Kontroversi Yasuke: Samurai Kulit Hitam dalam Assassin's Creed Shadows
Assassin's Creed Shadows menghadirkan Yasuke sebagai samurai kulit hitam, memicu perdebatan terkait akurasi sejarah dan representasi budaya Jepang.


Samurai Kulit Hitam dalam Assassin's Creed Shadows
Assassin's Creed Shadows, seri terbaru dari Ubisoft, menghadirkan Yasuke sebagai karakter utama yang berstatus samurai. Namun, kehadiran Yasuke dalam peran ini memicu perdebatan sengit mengenai akurasi sejarah dan representasi budaya dalam permainan video. Meskipun Ubisoft berusaha menyajikan dunia feodal Jepang secara autentik, keputusan mereka tetap menuai pro dan kontra di berbagai kalangan.
Yasuke: Samurai atau Simbol Representasi?
Yasuke merupakan sosok nyata dalam sejarah Jepang, seorang pria Afrika yang hidup di era Oda Nobunaga. Namun, apakah benar dia memiliki gelar samurai? Beberapa sejarawan berpendapat bahwa statusnya lebih sebagai pengawal atau prajurit pribadi daripada seorang samurai sejati. “Tidak ada bukti yang membuktikan bahwa Yasuke memiliki kualifikasi samurai,” ujar Yuichi Gozai, seorang ahli sejarah Jepang.
Assasins Creed Shadows
Sebaliknya, pihak Ubisoft menganggap kehadiran Yasuke sebagai bagian dari narasi kreatif mereka. Pierre-Francois Souyri, sejarawan yang turut serta dalam konsultasi game ini, mengatakan bahwa penyebutan Yasuke sebagai samurai adalah bagian dari "kebebasan kreatif" yang digunakan dalam pengembangan game.
Reaksi Publik: Kritik dan Dukungan
Sejak pengumuman karakter Yasuke dalam Assassin's Creed Shadows, gelombang reaksi muncul di berbagai platform. Sebuah petisi dari Jepang dengan lebih dari 100.000 tanda tangan mengkritik “kurangnya akurasi sejarah dan penghormatan budaya.” Namun, tidak sedikit pula yang mendukung langkah Ubisoft dengan alasan bahwa game bukanlah dokumentasi akademik, melainkan hiburan yang dapat menginterpretasikan sejarah secara kreatif.
Assasins Creed Shadows
Kontroversi ini bahkan diperburuk oleh perdebatan global yang melibatkan perspektif politik dan sosial. Laporan dari European Video Game Observatory menunjukkan bahwa sebagian besar kritik berasal dari kampanye di media sosial yang bertujuan untuk menggiring opini tertentu terkait representasi karakter dalam game.
Sejarah Jepang dan Sensitivitas Budaya
Assassin's Creed Shadows tidak hanya menghadapi kritik terkait Yasuke, tetapi juga elemen-elemen lain dalam gamenya. Salah satu adegan yang memperlihatkan pemain merusak bagian dalam kuil di Jepang juga menuai kecaman. Sejarawan Gozai menyebutkan, “Penting untuk menyadari bahwa penghinaan terhadap agama dapat menimbulkan reaksi kuat.”
Selain itu, Ubisoft sendiri awalnya ragu untuk membuat Assassin’s Creed berlatar di Jepang. Namun, kesuksesan game bertema feodal seperti Sekiro: Shadows Die Twice dan Ghost of Tsushima membuktikan bahwa pasar global memiliki minat tinggi terhadap periode ini. Dengan latar budaya yang kaya, Assassin’s Creed Shadows mencoba menggabungkan unsur sejarah dan fiksi dalam satu pengalaman bermain.
Kontroversi Yasuke dalam Assassin’s Creed Shadows menunjukkan tantangan dalam mengadaptasi sejarah ke dalam video game. Ubisoft menghadapi dilema antara mempertahankan akurasi sejarah atau mengambil kebebasan artistik demi pengalaman bermain yang lebih menarik. Meskipun kritik terus berdatangan, tidak bisa disangkal bahwa game ini telah membuka diskusi tentang representasi sejarah dan budaya dalam dunia digital.
Rekomendasi
.webp)
Jakarta GameFest 2025: Festival Game Lokal dan Indie Seru
2 hari yang lalu
Keterlambatan Gaji Anantarupa Studios Picu Sorotan
1 minggu yang lalu
Gawr Gura Umumkan Graduation dari Hololive English
1 minggu yang lalu
Kolaborasi AFA Creators Hub dan Niconico Chokaigi di AFAID 2025
1 minggu yang lalu